Sabtu, 26 Januari 2013

Enak Jadi Kau

Enak sekali menjadi kau, banyak yang rela memeras otak untuk kebahagiaanmu, seperti tenzin gyatzo yang sedih bertahun-tahun lamanya. Ya, ya, ia pantas dapat hadiah.

Enak sekali menjadi kau, banyak yang peduli padamu, seperti obama menuai simpati dari banyak hati yang sedih. Tapi ternyata cintanya palsu.

Entah bagaimana denganmu. Yang kutahu, kau bukan obama atau sang dalai lama. Selebihnya, aku tak mampu membacamu.

Enak sekali menjadi kau. Dapat hadiah meski menebar cinta yang palsu. Salahkan aku yang suka menduga-duga.

Berangkat ke Mars

Anda termasuk yang sudah bosan hidup di bumi? Muak dengan semua masalah kebumi-bumian dan butuh tantangan yang lebih?

Dicari orang-orang yang sudah bosan hidup di bumi untuk merantau ke Mars sepuluh tahun lagi.

Syaratnya harus cerdas, bertubuh dan bermental prima, dan berusia baru delapan belas.

Bila memenuhi persyaratan, daftar saja ke MarsOne, perusahaan non profit di Belanda sana.

Hanya, anda harus menerima konsekuensi. Ya, ya, tentu saja ada konsekuensi. Semua yang sudah diberangkatkan tak akan pernah dipulangkan lagi.

Nah, anda yang sudah muak dengan masalah kebumi-bumian, tidak memenuhi persyaratan, pun tidak berminat merantau ke Mars, ya, ya, anda memang butuh tantangan. Bukan pelarian. Ingat. Setiap tantangan bertumbal konsekuensi. Tentu harus dihadapi. Harus dijalani.

Hanya, jangan. Jangan menantang diri untuk bermain dengan hati. Syukur kalau orang lain cuma bilang pamali. Ladalah, kalau sakitnya nanti setengah mati? Belum ada planet lain yang bisa jadi tujuan melarikan diri.
(m.kompas.com/news/read/2013/01/14/19051099/Mau.ke.Mars..Bisa..tetapi.Ini.Syaratnya--sains)

Selasa, 26 Juni 2012

Kerja

Raja Kecil
"Kerja itu sejatinya bukan cuma untuk cari uang, le..." begitu kata ibu saya. Memang, saya temui macam-macam tujuan. Antara lain, bisa juga untuk cari pengalaman. Atau, kalau sudah banyak pengalaman, untuk cari variasi teman dan jaringan. Nah, ada juga yang bilang waktu rasan-rasan, "suami saya itu kerjanya cuma cari alasan!"

Sis Neni (bukan tokoh sebenarnya) diam sebentar, wajahnya memerah dan bergetar, lalu melanjutkan, "oalah jeng, jeng... iya kalau dia kerja itu cari uang, cari nafkah thok, lha wong suami saya itu juga cari selingkuhan. Hmmh! Tak pites kalau sampai ketahuan!"

Mengingat situasi dan kondisi (sikon), juga banyaknya toleransi, saat ini, tujuan-tujuan itu tergolong lebih mulia. (Mmm, kecuali yang terakhir ya.) Masih lebih baik, menurut saya, bila dibandingkan tujuan yang cukup popular sejak zaman nenek saya sampai, mungkin, zaman ibu saya jadi nenek nanti: cari jabatan.

Atau, istilah kerennya jenjang karir yang mapan.

Senin, 25 Juni 2012

Kadangkala

Kadangkala, Sang Penyayang merampas semangat untuk menyelamatkan jiwa.

Kadangkala, Dia Yang Pencinta mematahkan hati untuk menjaganya tetap utuh.

Kadangkala, Yang Bukan Akibat menciptakan sumber derita agar muncul kekuatan tak terduga.

Kadangkala, Pemilik Semua Kemenangan mengirim bala tentara kegagalan agar hilang semua kesombongan.

Kadangkala, Sang Sumber Kekuatan menempatkan sakit di permukaan kemampuan menyembuhkan diri.

Kadangkala, Sang Pemurah merenggut segalanya sebagai pelajaran bahwa Dia yang memberi semuanya.




*terjemahan sebagian tulisan Probo Sasongko, Allah's Plans

Pagi yang Diasuransikan

Kodok dalam panci
Pagi-pagi sekali (mungkin tidak pagi sekali bagi yang tidak ikut Waktu Indonesia Bagian Saya), kaki saya tiba-tiba terguncang. Pertama yang kanan, lalu yang kiri. Saya khawatir, itu adalah tikus yang sedang berkeliaran di sekitar saya. Oalah, tolong jangan sekarang. Sebab saya sedang dilanda kegelisahan.

Entah bagaimana saya harus keluar dari ruangan ini. Ruangan yang di luar jendelanya saya lihat ekor binatang yang mengerikan. Dengan jumlah yang sangat beragam. Setelah ekor, saya melihat tangan, setelah tangan, saya melihat taring. Lalu ekor yang lain, tangan yang lain, dan taring yang lain lagi.

Kaki saya berguncang lagi. Tikus ini mulai menyebalkan. Sebagai orang yang semakin terusik, saya mulia menghardik. Tapi ketika saya membuka mata, itu bukan seekor tikus. Tapi seorang manusia yang adik ibu saya. Laki-laki yang kini bekerja di sebuah perusahaan asuransi swasta berlabel internasional.

Balita

Zaki
Adalah keponakan saya bernama Dani dan Baim. Dani yang besar dan Baim yang kecil. Keduanya laki-laki. Keduanya laki-laki mungil. Dan, keduanya laki-laki mungil yang lucu-lucu.

Ceritanya, Dani sedang naik sepeda beroda tiga untuk balita yang dibelikan ayah ibunya yang sepupu saya. Sepeda itu sudah mulai rusak sebab Dani, kata ibunya, nakal minta ampun. Bagian pengaman di sandaran sadel sepeda itu sudah mulai copot. Lalu, ada tinta putih penghapus bolpoin di mana-mana.

Berbeda dengan Baim, Dani adalah keponakan saya yang dominan. Nakal memang. Tapi punya keunikan. Selain sifatnya yang tidak mau mengalah, baik kepada kakaknya, Diky, maupun kepada adiknya, Baim, Dani selalu menggunakan bahasa ibu untuk berkomunikasi. Bahasa jawa ngoko yang biasa digunakan nenek, ibu, dan ayahnya di rumah. Ibunya sampai menjulukinya "katrok".

Baim yang lebih kecil, yang belum mampu berjalan sendiri dan berkomunikasi lewat rengekan, gumaman, dan tangisan, merengek meminta naik di sepeda yang sedang dipakai kakaknya. Dani tidak mau mengalah. Baim hampir menangis. Sementara, ibu dan neneknya sedang mengobrol dengan ibu saya tentang pengalaman umroh nenek Dani dan Baim yang juga Budhe saya.

Melihat baim yang merengek dan hampir menangis, saya tak tega. Keponakan saya yang kecil ini tak punya daya menghadapi kakaknya yang serba tak mau mengalah. Saya pun menengahi.

Obituari untuk Semua

Kematian
Ini adalah obituari untuk orang yang tidak begitu saya kenal. Saya hanya mengenalnya sebagai seorang laki-laki yang tegap, berambut cepak, dan seorang suami yang istrinya adalah teman saya.

Kehadirannya dalam hidup saya hanya sebagai representasi bahwa ada kekuatan Yang Maha Besar yang tak mampu dihindari oleh manusia. Kekuatan yang memberi manusia kesempatan untuk bertemu dengan manusia lainnya, menjalin hubungan kasih sayang yang demikian hangat, lalu harus dihadapkan dengan perpisahan yang begitu dingin.

Kekuatan itulah yang menciptakan sesuatu yang lebih dekat dari urat nadi manusia. Sebuah misteri yang bernama kematian.